Jumat, 20 Juni 2014

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA


A.    Pembentukan Konsep Diri
Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa, secara psikologis kedawasaan adalah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada seseorang. Cirri-ciri psikologis itu menurut G.W.Allport (1961)adalah:

1.      Pemekaran Diri Sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap seseorang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri juga, perasaan egoisme berkurang dan tumuh perasaan ikut memiliki, berkembangnya ego idea (cita-cita).
2.      Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objectif (self objectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sediri (self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor).
3.      Memiliki Falsafah Hidup Tertentu (unifying philosophy of life), orang seperti ini tidak lagi mudah terpengaruh dan pendapat-pendapat serta sikap-sikapnya cukup jelas dan tegas.

B.     Perkembangan Inteligensi

Intelegensi menurut David Wechsler (1985) dalam Sarwono 2011 di definisikan sebagai “keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”. Jadi, intelegensi memang mengandung unsur pikiran atau rasio. Makin bnyak unsure rasio yang digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, makin berinteligensi tingkah laku tersebut.
Jenis-jenis intelegensi menurut Howard Gardner (1993, 1999) dalam sarwono 2011:

1.      Bodily-kinesthetic: kecerdasan yang terkait dengan gerakan anggota tubuh.
2.      Interpersonal: kecerdasan yang terkait dengan hubungan dengan orang lain. Peka terhadap perasaan, sifat dan motivasi orang lain, berkomunikasi dengan efektif, mudah berempati, mampu bekerja sama dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. 
3.      Verbal-linguistic: kemampuan yang terkait dengan kata-kata lisan maupun tertulis.
4.      Loghical-mathematical: menyangkut logika penggunan akal, kemampuan abstraksi dan angka.
5.      Intrapersonal: kemampuan utama adalah introspeksi dan refleksi diri. Orang yang tergolong intelegensi intrapersonal yang tinggi biasanya tergolong introvert. Mereka paham akan dirinya sendiri, kekuatan dan kelemahan dirinya dan mampu meramalkan reaksi dan emosinya sendiri.
6.      Visual-spatial: terkait dengan kemampuan yang tinggi dalam mengambil keputusan dalam bidang penglihatan dan ruang (space). Memori visualnya sangat kuat dan mereka mahir memainkan memori itu menjadi sesuatu yang baru, indah atau artistic.
7.      Musical: kecerdasan musikal terkait irama, musik, nada dan pendengaran.
8.      Naturalistic: jenis intelegensi ini lebih condong pada minat, bukan intelegensi, namun banyak juga yang beranggapan bahwa kecerdasan naturalistik ada dan berdiri sendiri. Kaitan intelegensi ini dengan alam baik pengenalan maupun pemeliharaan alam.

   Menurut jean piaget (1896-1980) dalam sarwono 2011. Teori Intelegensi yang meninjaunya dari sudut perkembangan aspek-aspek kognitif, yaitu:

1.      Kematangan, yang merupakan perkembangan susunan syaraf, sehingga fungsi-fungsi indra menjadi lebih sempurna.
2.      Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya.
3.      Transmisi Sosial, yaitu hubungan timbal-balik dengan lingkungan social.
4.      Ekuilibrasi, yaitu sistem pengaturan dalam diri anak itu sendiri yang mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya (Gunarsa, 1982)
Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut piaget adalah:
1.      Tahap I: Masa Sensori-motor (0-2,5 tahun). Masa ketika bayi menggunakan sistem pengindaraan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya.
2.      Tahap II: Masa Praoperasional (2,0-7,0 tahun). Ciri khasnya adalah kemampuan menggunakan symbol  , yaitu mewakili sesuatu yang tidak ada contohnya mobil mainan.
3.      Tahap III: Masa konkret-operasional (7,0-11,0 tahun). Pada tahap ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas yang konkret. Ia mulai mengembangkan tiga macam operasi berpikir, yaitu:
Identitas                      : mengenali sesuatu
Negasi                         : mengingkari sesuatu
Resiprokasi                  : mencari hubungan timbal-balik diantara beberapa hal
4.      Tahap IV: Masa Formal-Operasional (11,0-dewasa). Dalam usia remaja dan seterusnya seseorang sudah mamou berfikir abstrak dan hipotesis.  

C.     Perkembangan Peran Sosial

Gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada umumnya disebabkan antara lain oleh adanya konflik peran sosial. Di satu pihak dia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, di lain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tua. Konflik peran yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja dapat dikurangi dengan membari latihan-latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya, anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap.

D.    Perkembangan Peran Gender

Peran gender pada hakikatnya adalah bagian dari peran sosial pula, maka seorang anak harus mempelajari perannya sebagai anak dari jenis kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya. Peran gender  ini  tidak hanya di tentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan tetapi juga oleh lingkungan dan faktor lainnya. “Masyarakat dengan pola perawatan dan pengasuhan anak-anak hanya semata-mata tanggung jawab wanita dan kekuatan fisik sangat menentukan dalam kehidupan perekonomian, maka perbedaan peran gender adalah yang paling tajam”(basow, 1984) dalam sarwono 2011.

E.     Perkembangan Moral dan Religi

Moral dan religi merupakan bagian yang cukup pnting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa sehingga ia tidak melakukan sesuatu yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Religi, yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan atau suatu zat yang mengatur alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang dinilai tidak baiksehingga perlu dihindari. Agama, mengatur juga tingkah laku baik-buruk, secara psikologis termasuk dalam moral. Hal lain yang termasuk dalam moral adalah sopan-santun, tata karma, dan norma-norma masyarakat lain.  

Menurut aliran psikoanalisis, orang-orang yang tak mampunyai hubungan yang harmois dengan orang tuanya di masa kecil kemungkinan besar tidak akan mengembangkan super ego yang cukup kuat sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma masyarakat. Sedangkan menurut aliran non psikoanalisis beranggapan bahwa hubungan orang tua bukan satu-satunya sarana pembentukan moral.

Menurut W.G. Sumer (1907) dalam sarwono 2011, berpendapat bahwa tingkah laku manusia yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggaran-pelanggarannya. Control masyarakat itu adalah:

1.      Folksway, yaitu tingkah laku yang lazim, misalnya makan dengan tangan, bekerja atau bersekolah.
2.      Mores, yaitu tingkah laku yang sebaiknya di lakukan, misalnya: mengucapkan terima kasih atas jasa seseorang.
3.      Law (hukum), tingkah laku yang harus dilakukan atau di hindari, misalnya: tidak boleh mencuri dan harus membayar hutang.  
 

   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar