BAB II
KONSEPTUAL
KELUARGA
2.1 Keluarga
Menurut WHO, Keluarga adalah
anggota rumah tangga saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi atau perkawinan.
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian
dari keluarga.
(Friedman,1998)
Keluarga adalah sekumpulan orang- orang yang tinggal satu dalam rumah yang
dihubungkan satu ikatan perkawinan, hubungan darah atau tidak memiliki hubungan
darah yang bertujuan mempertahankan budaya yang umum dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota
keluarga
(Setiadi 2008). Keluarga merupakan orang
terdekat dari lansia yang mengalami gangguan kesehatan dalam keadaan sakit.
Keluarga juga salah satu indikator dalam
masyarakat, apakah masyarakat sehat atau
sakit (Efendi, 1998).
2.1.1 Peran
Teori Peran adalah prilaku yang diharapkan
dari seseorang yang mempunyai suatu status (Horton & Hun 1991). Menurut
David Bery adalah individu - individu menempati kedudukan - kedudukan
tertentu maka mereka merasa bahwa setiap yang mereka tempati itu menimbulkan
harapan –harapan tertentu dari orang disekitarnya.
Broom dan Selznick peran dapat ditinjau dari 3
perspektif yaitu:
1.
Perspektif prescribed role yaitu peran
yang didasarkan pada harapan - harapan masyarakat
atau peran yang ideal.
2.
Prespektif perceived role yaitu peran yang didasarkan pada pertimbangan pribadi
peran
ini mungkin saja tidak sejalan dengan harapan dari masyarakat tetapi harus
dilakukakan, karena menurut pertimbangan hal ini adalah
baik.
3.
Perspektif actual role yaitu peran yang didasarkan pada bagaimana
peranan itu
diwujud
nyatakan atau diaktualisasikan.
2.1.2 Peran Keluarga
Peran
keluarga adalah tingkah laku spesifik yang dilakukan seseorang dalam kontek
keluarga. Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan setiap
orang berkewajiban untuk ikut serta dalam meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan, perorangan, keluarga dan lingkungan.
2.1.3 Peran
Keluarga terhadap Lansia
Dalam
melakukan perawatan terhadap lansia, setiap anggota keluarga
memiliki
peranan yang sangat penting diantaranya :
1.
Melakukan pembicaraan terarah
2.
Mempertahankan kehangatan keluarga
3.
Membantu menyiapkan makanan bagi lansia
4.
Membantu dalam hal tranporstasi
5.
Membantu dalam hal sumber - sumber keuangan
6.
Memberikan kasih sayang, menghormati dan menghargai
7.
Bersikap sabar dan bijaksana terhadap prilaku lansia
8.
Menyediakan waktu dan perhatian
9. Jangan menganggapnya sebagai beban
10. Memberikan kesempatan untuk tinggal
bersama
11. Mintalah nasehatnya dalam peristiwa -
peristiwa penting
12. Mengajaknya dalam acara -acara keluarga
13. Membantu mencukupi kebutuhannya
14. Memberi dorongan untuk kegiatan diluar rumah
termasuk pengembangan hobi
15. Membantu mengatur keuangan
16. Mengupayakan sarana transport untuk kegiatan
mereka
17. Memeriksakan kesehatan secara teratur
18. Memberikan dorongan untuk tetap hidup bersih
dan sehat
19. Mencegah terjadinya Kecelakaan baik dirumah
maupun diluar rumah
20. Pemeliharaan kesehatan usia lanjut tanggung
jawab bersama
21. Memberikan perhatian yang baik pada orang tua
yang sudah lanjut.
( Maryam, dkk,
2008).
2.1.4 Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia
Keluarga
merupakan support system bagi lansia dan mempertahankan
kesehatannya.
Peranan keluarga dalam pelayanan lansia antara lain menjaga atau
merawat
lansia. Mempertahankan meningkatkan status mental, mengantisipasi
perubahan
sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan memfasilitasi spiritual
lansia
(Maryam, dkk, 2008)
Berdasarkan
Depkes RI (2005) menyatakan peran keluarga dalam pembinaan
lansia
antara lain:
1.
Memberi dorongan, kemudahan dan fasilitas bagi lansia untuk mengamalkan kemampuan
dan kearifan yang dimiliki
2.
Mengembangkan kehidupan beragama
3. Pembinaan fisik /Mental
4. Pembinaan sosial ekonomi dan budaya
2.1.5 Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Usia Lanjut
1.
Bagi Petugas Kesehatan
a. Upaya Promotif, yaitu upaya untuk
menggairahkan semangat hidup para lansia
agar
tetap merasa dihargai dan berguna bagi diri nya sendiri, keluarga maupun
masyarakat.
b.
Upaya Preventif, yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya
komplikasi
dari penyakit yang disebabkan proses
menua.
c. Upaya Kuratif, yaitu upaya pengobatan yang
mana penanggulangannya perlu
melibatkan
multidisiplin ilmu kedokteran.
d.
Upaya Rehabilitatif, yaitu upaya untuk memulihkan fungsi organ tubuh yang
sudah
menurun.
2.
Bagi Usia Lanjut Sendiri
a. Untuk Kelompok Pra Usia Lanjut, membutuhkan
informasi:
- Akibat proses penuaan.
- Pentingnya pemeriksaan kesehatan secara
berkala.
- Pentingnya melakukan latihan kesegaran
jasmani.
- Pentingnya melakukan diet dengan mutu
seimbang.
- Pentingnya meningkatkan kegiatan sosial di
masyarakat.
b.
Untuk Kelompok Usia lanjut membutukan informasi :
- Pemeriksaan kesehatan secara berkala.
- Kegiatan olahraga
- Pola makan dengan menu seimbang
- Perlunya alat bantu sesuai dengan kebutuhan
- Pengembangan kegemaran sesuai dengan
kemampuan
- Peningkatan hubungan sosial dimasyarakat
c. Untuk Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi,
membutuhkan informasi:
- Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan
kebutuhan pribadi, aktivitas didalam maupun diluar rumah
- Pemeriksaahatan kesehatan berkala
- Latihan kesegaran jasmani
- Pemakaian alat bantu sesuai kebutuhan
- Perawatan fisioterapi
3.
Bagi Keluarga dan Lingkungannya
- Membantu mewujudkan peran serta, kebahagiaan
dan kesejahteraan usia lanjut
- Usaha pencegahan dimulai dari rumah tangga
- Membimbing dalam ketakwaan kepada kepada
Tuhan yang Maha Esa
- Melatih berkarya dan menyalurkan hobi
- Menghargai dan kasih sayang terhadap usila (
Maryam,dkk 2010 )
2.2 Kader Posyandu
2.2.1
Definisi Kader Posyandu
Menurut
WHO (1998) kader kesehatan adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh
masyarakat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan. Kader
adalah anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat, mau dan mampu
bekerja bersama dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan secara sukarela (Depkes
2003)
2.2.2 Syarat Menjadi Kader
1.
Dipilih dari dan oleh masyarakat setempat
2.
Mau dan mampu bekerja secara sukarela
3.
Bisa membaca dan menulis huruf latin
4.
Sabar dan memahami usia lanjut (Depkes RI, 2003 )
2.2.3 Peran Kader Posyandu
Kader
kesehatan bertanggung jawab terhadap masyarakat setempat, mereka bekerja dan
berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem kesehatan. Kader bertanggung
jawab kepada kepala desa dan supervisor yang ditunjuk oleh petugas/tenaga
pelayanan pemerintah (Sukarni 2002). Menurut WHO (1993) kader masyarakat
merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting dalam pelayanan
kesehatan di masyarakat.
Adapun
peran kader dalam pelayanan kesehatan di posyandu lansia (Depkes 2003 ) adalah :
a. Pendekatan terhadap aparat pemerintah dan
tokoh masyarakat
1.
Anjangsana
2. Sarahsehan
3.
Menghadiri pertemuan rutin ke masyarakat setempat
b.
Melakukan survey mawas diri (SMD ) bersama petugas untuk menelaah :
1. Pendataan sasaran
2. Pemetaan
3.
Mengenal masalah dan potensi
c.
Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat setempat untuk membahas hasil
SMD,
menyusun rencana kegiatan, pembagian
tugas, dan jadwal kegiatan.
d.
Menggerakkan masyarakat :
1.
Mengajak usia lanjut untuk hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan dikelompok usia
lanjut.
2.
Memberikan penyuluhan/menyebarluaskan informasi kesehatan, antara lain : cara
hidup bersih dan sehat, gizi usia lnjut, kesehatan usia lanjut.
3.
Menggali dan menggalang sumber daya termasuk pendanaan bersumber masyarakat.
e.
Melaksanakan kegiatan kelompok usia lanjut
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Melaksanakan pembagian tugas
3. Menyiapkan materi/media penyuluhan
4. Mengundang ibu-ibu untuk datang ke Posyandu
5. Pendekatan tokoh masyarakat
6. Mendaftar Lansia
7. Mencatat kegiatan sehari-hari Lansia
8. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi
badan Lansia
9. Membantu petugas kesehatan dalam melakukan
pemeriksaan kesehatan dan status mental, serta mengukur tekanan darah Lansia
10.
Memberikan penyuluhan
11.
Membuat catatan kegiatan Posyandu
12.
Kunjungan rumah kepada ibu-ibu yang tidak hadir di Posyandu
13.
Evaluasi bulanan dan perencanaan kegiatan Posyandu (Depkes RI, 2003 )
Kader
lansia merupakan agen perubahan dalam bidang kesehatan yang bekerja secara profesional
yang selalu berusaha memotivasi dan menggerakkan masyarakat agar berprilaku
sehat yang pada gilirannya mempercepat momentum akselerasi pergerakan paradigma
sehat yang diinginkan masyarakat Indonesia.
(Nasution,
1988). Menurut Rogers ( 1995) mengemukakan
tujuh langkah kegiatan agen perubahan dalam pelaksanaan difusi inovasi
dimasyarakat:
1. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah.
Biasanya agen pembaharu pada awal tugas nya diminta untuk membantu klien nya
agar mereka sadar perlunya perubahan.
2. Menetapkan hubungan pertukaran informasi,
agen perubahan harus segera membina hubungan yang lebih akrab dengan
klien. Agen pembaharu dapat meningkatkan
hubungan yang lebih baik dengan cara menumbuhkan kepercayaan klien pada kemampuannya, saling percaya dan juga agen pembaharu
harus menunjukkan empati pada masalah dan kebutuhan klien.
3. Mendiagnosa masalah yang dihadapi. Agen
pembaharu bertanggung jawab untuk menganalisa masalah yang dihadipi klien, agar
dapat menentukan berbagai alternative jika tidak sesuai kebutuhan klien. Agen
pembaharu melihat masalah dengan kacamata klien, artinya kesimpulan diagnose
harus berdasarkan analisa situasi dan psikologi klien, bukan berdasarkan
pandangan pribadi agen pembaharu.
4. Membangkitkan kemauan klien untuk berubah.
Setelah agen pembaharu menggali berbagai macam cara yang mungkin dapat dicapai
oleh klien untuk mencapai tujuan, maka agen pembaharu bertugas untuk mencari
cara memotivasi dan menarik perhatian agar klien timbul kemauannya untuk
berubah atau membuka dirinya untuk menerima inovasi. Namun cara yang digunakan
harus berorientasi pada klien, artinya berpusat pada kebutuhan klien jangan
terlalu
menonjolkan
inovasi.
5. Mewujudkan kemauan dalam perbuatan. Agen
pembaharu berusaha mempengaruhi tingkah
laku klien dengan persetujuan dan berdasarkan kebutuhan klien, jadi jangan
memaksa. Dimana komunikasi interpersonal akan lebih efektif kalau dilakukan
antar teman yang dekat dan sangat bermanfaat kalau dimanfaatkan pada tahap
persuasi dan tahap keputusan inovasi. Oleh karena itu, dalam hal tindakan agen
pembaharu yang paling tepat menggunakan pengaruh secara tidak langsung, yaitu
dapat menggunakan pemuka masyarakat agar dapat mengaktifkan kegiatan kelompok
lain.
6. Menjaga kestabilan penerimaan inovasi dan mencegah tidak berlanjutnya inovasi. Agen
pembaharu harus menjaga kestabilan penerimaan inovasi dengan cara penguatan kepada
klien yang telah mengharapkan inovasi. Perubahan tingkah laku yang sudah sesuai
dengan inovasi dijaga jangan sampai berubah kembali pada keadaan sebelum adanya
inovasi.
7. Mengakhiri hubungan ketergantungan, Tujuan
akhir dari tugas agen pembaharu adalah dapat menumbuhkan kesadaran untuk
berubah dan kemampuan untuk merubah dirinya,
sebagai anggota sistem sosial
yang selalu mendapat tantangan kemajuan jaman.
2.3 Pengertian Lanjut Usia
Menurut
UU No 13 tahun 1998 dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai
60 tahun keatas. Lanjut usia dapat dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan
pada daur kehidupan manusia (Budianna Keliat, 1999). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45
-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90
tahun dan usia sangat tua (very old)
diatas 90 tahun. Menurut Masdani (Psikolog dari Universitas indonesia ),
lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi
empat bagian yaitu : fase iuventus antara 25-40 tahun, fase verilitas, antara
usia 40 -50 tahun, fase praesenium antara usia 55-65, fase senium, antara usia 65 tahun hingga
tutup usia ( Nugroho 2010). Menurut Hurloch (1979), perbedaan lansia terbagi 2
tahap: Early old age (usia 60-fase
tahun), Advanced old age (usia 70
tahun keatas) Menurut Badan Koordinas
Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu
aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis
penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
2.3.1 Klasifikasi Lansia
1. Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia
antara 45-59 tahun
2. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun keatas
3.
Lansia resiko tinggi Seseorang yang berumur 70 tahun atau lebih seseorang yang berumur
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4.
Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003)
2.3.2 Karakteristik Lansia
Menurut
Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik :
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan
Pasal 1 ayat (2) UU No 13 tentang kesehatan)
2. Kebutuhan dan masalah bervariasi dari rentang
sehat, sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari
kondisi adaptif hingga kondisi mal adaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
2.3.3 Tipe Lansia
Beberapa
tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan dan
kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya (Nugroho,2000) :
1. Tipe arif Bijaksana, kaya dengan hikmah,
pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri, mengganti kegiatan yang hilang
dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan
memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas, konflik lahir batin
menentang proses penuaan, sehingga pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
sulit dilayani, kritik dan suka menuntut.
4. Tipe pasrah, menerima dan menunggu nasib
baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung, kaget, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.
2.4 Posyandu Lansia
2.4.1
Pengertian
Posyandu
Lansia atau Kelompok Usia Lanjut (POKSILA) adalah suatu wadah pelayanan bagi
usia lanjut di masyarakat, dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya
dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lintas
sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain,
dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif (Notoatmodjo,
2007). Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia
lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka biasa mendapatkan pelayanan kesehatan (Dinkes,
2006). Posyandu lansia adalah pos
pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu. wilayah tertentu yang
sudah di sepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan. (Cahyo, Ismawati. 2010).
Dalam
satu posyandu di kembangkan beberapa kegiatan yang terpadu. Kegiatan yang
terpadu dan saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati
bersama. Dengan keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas dari 2 program
menjadi lebih banyak program, keterpaduan dapat berupa aspek sasaran, aspek
lokasi kegiatan maupun aspek petugas penyelenggara. Sesuai dengan prinsip
posyandu adalah suatu kegiatan yang di kelola masyarakat dan ditujukan untuk
kesejakteraan masyarakat itu sendiri (Depkes RI, 1998).
Posyandu
lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap usia lanjut
di tingkat desa / kelurahan dalam
masing -
masing wilayah puskesmas, keterpaduan dalam posyandu usia lanjut berupa
keterpaduan pada pelayanan rujukan yang
dilatarbelakangi oleh kriteria usila yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar
pembentukan posyandu adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama usia lanjut, kita di hadapkan
pada beberapa masalah yaitu jumlah usia lanjut yang semakin meningkat, mahal
nya harga dan biaya pengobatan, transportasi, tingginya angka kesakitan,
rendahnya jangkauan pelayanan kesehatan
dan
lain - lain ( Depkes RI 2000).
2.4.2 Dasar Hukum
Pembinaan
usia lanjut di Indonesia dilaksanakan berdasarkan beberapa undang-undang dan
peraturan sebagai dasar dalam menentukan kebijaksanaan pembinaan. Dasar
hukum/ketentuan perundangan dan peraturan dimaksud adalah :
(1) UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan
kependudukan, (2) UU No. 36 tahun 2009 pasal 138 tantang kesehatan usia lanjut,
(3) UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 14, (4) UU No.
22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, (5) UU No.25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan pusat dan daerah, (6) peraturan pemerintah No.25 tahun
2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah
otonomi. (Depkes RI, 2003).
2.4.3 Tujuan
Tujuan
umum dari Posyandu Lansia adalah meningkatkan kesejahteraan Lansia melalui
kegiatan Posyandu Lansia yang mandiri dalam masyarakat. Tujuan khususnya,
meliputi:
a.
Meningkatnya kemudahan bagi Lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar
dan rujukan.
b.
Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan Lansia, khususnya aspek peningkatan
dan pencegahan tanpa mengabaikan aspek pengobatan dan pemulihan.
c. Perkembangnya Posyandu Lansia yang aktif
melaksanakan kegiatan dengan kualitas yang baik secara berkesinambungan (Depkes
RI, 2003 ).
2.4.4 Sasaran
Sasaran pelaksanaan pembinaan POKSILA,
terbagi dua yaitu:
a. Sasaran langsung, yang meliputi pra lanjut
usia (45-59 tahun), usia lanjut (60-69 tahun), usia lanjut risiko tinggi
(>70 tahun atau 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
b. Sasaran tidak langsung, yang meliputi
keluarga dimana usia lanjut berada, masyarakat di lingkungan usia lanjut,
organisasi sosial yang peduli terhadap pembinaan kesehatan usia lanjut, petugas
kesehatan yang melayani kesehatan usia lanjut, petugas lain yang menangani
Kelompok Usia Lanjut dan masyarakat luas (Depkes RI, 2003 ).
2.4.5 Pelayanan Kesehatan di Posyandu Lansia
Pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia meliputi
pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS)
Lansia sebagai alat pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit
yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi dan
mencatat perkembangannya dalam Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK)
Lansia atau catatan kondisi kesehatan yang lazim digunakan di Puskesmas.
2.4.6 Jenis Pelayanan Kesehatan yang Dapat
Diberikan Kepada Lansia di Posyandu Jenis
pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada lansia di Posyandu adalah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari
(activity of daily living) meliputi kegiatan
dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum,
berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang
airbesar/kecil dan sebagainya.
2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional,
dengan menggunakan pedoman metode 2 menit ( lihat KMS Usia Lanjut).
3. Pemeriksaan
status gizi melalui penimbangan
berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik Indeks Massa
Tubuh (IMT).
4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan
tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
5. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist,
Sahli atau Cuprisulfat.
6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni
sebagai deteksi awal adanya penyakit gula
(diabetes mellitus).
7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein)
dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
8. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila mana
ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7.
9. Penyuluhan bisa dilakukan di dalam maupun di
luar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan yang
dihadapi oleh individu dan atau POKSILA.
10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas
bagi anggota POKSILA yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan
kesehatan masyarakat (Publik Health Nursing).
11. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan
sebagai contoh menu makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi
Lansia, serta menggunakan bahan makanan yang berasal dari daerah tersebut.
12. Kegiatan olah raga antara lain senam Lansia,
gerak jalan santai, dan lain sebagainya untuk meningkatkan kebugaran. Kecuali kegiatan pelayanan kesehatan seperti
uraian di atas, kelompok dapat melakukan kegiatan non kesehatan di bawah
bimbingan sektor lain, contohnya kegiatan kerohanian, arisan, kegiatan ekonomi
produktif, forum diskusi, penyaluran hobi dan lain-lain (Depkes RI, 2003 ).
2.5
Pengorganisasian
Kedudukan
posyandu sebagai suatu bentuk peran serta masyarakat yang diselenggarakan oleh
swadaya masyarakat lain nya dengan bantuan teknis dari puskesmas, pemerintah
daerah, organisasi sosial, dinas pendidikan, pertanian, agama, dan Lembaga
Ketahanan masyarakat Desa (LKMD). Sebagai kegiatan swadaya masyarakat yang
semula dikenal kegiatan Pembangunan masyarakat Desa. (Depkes RI 1998).
Mengingat
kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga masyarakat setempat, maka yang
menjadi tugas kader, pemimpin kader dan pemuka msasyarakat untuk menumbuhkan
kesadaran semua warga agar menyadari bahwa posyandu adalah milik warga,
pemerintah khusus nya petugas kesehatan hanya berperan membantu, di Indonesia
dana yang digunakan untuk pelaksanaan posyandu lansia dari dan oleh masyarakat
(Azwar 2002). Penyelenggara kegiatan
posyandu itu sendiri adalah kader dan koordinator kader yang telah mendapatkan pelatihan
teknis. Pada prinsipnya pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap individu, tim dan organisasi (Depkes RI 1998).
2.6 Indikator Keberhasilan Posyandu Usia Lanjut
Penilaian
keberhasilan upaya pembinaan usia lanjut melalui kegiatanpelayanan kesehatan di
posyandu digunakan dengan menggunakan data pencatatan dan pelaporan, pengamatan
khusus dan penelitian, Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari :
1.
Meningkatnya sosialisasi masyarakat usia lanjut dengan berkembangnya jumlah organisasi
masyarakat usia lanjut dengan berbagai aktivitas pengembangannya.
2.
Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah/swasta yang memberikan pelayanan kesehatan
bagi usia lanjut.
3.
Berkembangnya jenis pelayanan kesehatan
pada lembaga.
4.
Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi usia lanjut
5. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit pada usia lanjut antara lain, hipertensi, diabetes mellitus. Penyakit
jantung dan lain- lain baik di rumah maupun
di puskesmas.
2.7
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut
Levey dan Loomba dalam Ilyas ( 2003 ) yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan
adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam satu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
penyembuhan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok
dan masyarakat. Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses
pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok, pengetahuan
tentang faktor yang mendorong individu membeli kesehatan pelayanan kesehatan
merupakan kunci untuk mempelajari utilisasi pelayanan kesehatan. Mengetahui
faktor -faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan /utilisasi (Ilyas 2003). Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku
pencarian pengobatan adalah prilaku individu maupun kelompok atau penduduk
untuk melakukan atau mencari pengobatan. Prilaku pencarian pengobatan terutama
di Negara berkembang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilihat sebagai usaha -
usaha mengobati sendiri penyakit nya, atau mencari fasilitas –
fasilitas pelayanan kesehatan modern puskesmas, perawat, praktek
dokter, rumah sakit dll. maupun
tradisional (dukun, sinshe, dll) (Ilyas
2003).
2.8 Landasan Teori
Menurut Anderson (1975), faktor yang
yang berhubungan dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan yaitu :
1.
Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics) Karakter ini
digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai
kecendrungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda - beda, yang disebabkan karena adanya
ciri-ciri individu yang digolongkan dalam 3 kelompok :
a. Ciri
- ciri demografi, seperti: jenis
kelamin, umur, status perkawinan, besar keluarga dll
b. Struktur sosial seperti : tingkat pendidikan,
pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya.
Kepercayaan kesehatan (healt
belief) seperti: kenyakinan penyembuhan penyakit.
2.
Karakter Kemampuan (Enabling Characteristics)
Karakteristik
kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseoarang mampu
untuk melakukan tindakan untuk memenuhi
kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan, Anderson (1975) membaginya kedalam 2
golongan, yaitu :
a. Sumber daya keluarga, seperti: penghasilan
keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa
pelayanan kesehatan, dan pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan.
b. Sumber daya masyarakat, seperti : jumlah
sarana pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia
dalam wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, lokasi
pemukiman penduduk. Menurut Anderson semakin banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat
pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah.
3.
Karakteristik Kebutuhan (Need Characteritics)
Karakteristik
kebutuhan merupakan komponen yang paling langsung berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan, Anderson (1975) menggunakan istilah kesakitan
untuk mewakili kebutuhan pelayanan kesehatan. Penilaiaan dari terhadap suatu
penyakit merupakan dari faktor kebutuhan. Penilaian individu ini dapat di
peroleh dari dua sumber yaitu:
a. Penilaian individu (perceived need) merupakan
penilaian keadaan kesehatan yang paling dirasakan oleh individu, besar nya
ketakutan terhadap penyakit dan hebat nya rasa sakit yang di derita.
b. Penilaian klinik (evaluated need), merupakan penilaiaan berat nya penyakit dari
dokter yang merawatnya, yang mencerminkan antara lain dari hasi pemeriksaan dan
penentuan diagnosis penyakit oleh dokter (Ilyas, 2003).
Karakteristik
Predisposisi :
a. Demografi : umur, jenis kelamin, status,
perkawinan, besar keluarga dll
b. Struktur social : tingkat pendidikan, pekerjaan,
ras, agama dll
c. Kepercayaan kesehatan
Karakteristik
Kemampuan :
Sumber
daya keluarga : penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan,
pengetahuan Sumber daya masyarakat : jumlah sarana pelayanan kesehatan, tenaga,
lokasi/ jarak transportasi dsb.
Karakteristik
Kebutuhan :
a. Penilaian individu
b. Pelayanan klinik Utilisasi Pelayanan
Kesehatan
:
Universitas
Sumatera Utara2.9 Kerangka Konsep Berdasarkan
tujuan penelitian maka dapat disusun kerangka konsep :
Variabel
independen
Pemanfaatan
Posyandu lansia Peran Keluarga:
- Perspektif Prescribed Role (peran berdasarkan
harapan masyarakat)
- Perspektif Preceived Role (Peran berdasarkan
pertimbangan pribadi)
- Prespektif
Actual Role (peran yang harus diwujudkan)
Peran
Kader :
a. Membangkitkan Kebutuhan Untuk Berubah
b. Menetapkan Hubungan Pertukaran Informasi
c. Mendiagnosa Masalah Yang Dihadapi
d. Membangkitkan Kemauan Klien Untuk Berubah
e. Mewujudkan Kemauan Dalam Perbuatan
f. Menjaga Kestabilan Penerimaan Informasi
g. Mengakhiri Hubungan Ketergantungan.
Karakteristik
Lansia
- Umur
- Jenis Kelamin
- Status Perkawinan
- Tingkat Pendidikan
- Pekerjaan
- Ras
- Agama
Karakteristik
Kemampuan
- Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan
- Tenaga
- Lokasi / Jarak Transportasi Karakteristik
Kemampuan
- Penghasilan keluarga
- Keikutsertaan
keluarga dalam asuransi kesehatan
- Pengetahuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar