Minggu, 30 November 2014

BAB II
KONSEPTUAL KELUARGA


2.1   Keluarga 
            Menurut WHO, Keluarga adalah anggota rumah tangga  saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.  Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai  peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
(Friedman,1998) Keluarga adalah sekumpulan orang- orang yang tinggal satu dalam rumah yang dihubungkan satu ikatan perkawinan, hubungan darah atau tidak memiliki hubungan darah yang bertujuan mempertahankan budaya yang umum dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota
keluarga (Setiadi 2008).  Keluarga merupakan orang terdekat dari lansia yang mengalami gangguan kesehatan dalam keadaan sakit. Keluarga juga salah  satu indikator dalam masyarakat,  apakah masyarakat sehat atau sakit (Efendi, 1998).
2.1.1  Peran
  Teori Peran adalah prilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status (Horton & Hun 1991). Menurut David  Bery adalah individu  - individu menempati kedudukan - kedudukan tertentu maka mereka merasa bahwa setiap yang mereka tempati itu menimbulkan harapan –harapan tertentu dari orang disekitarnya.
 Broom dan Selznick peran dapat ditinjau dari 3 perspektif yaitu:
1. Perspektif  prescribed role yaitu peran yang didasarkan pada harapan  - harapan masyarakat atau peran yang ideal.
2. Prespektif perceived role yaitu peran yang didasarkan pada pertimbangan pribadi
peran ini mungkin saja tidak sejalan dengan harapan dari masyarakat tetapi harus
dilakukakan,  karena menurut pertimbangan hal ini adalah baik.
3. Perspektif  actual role  yaitu peran yang didasarkan pada bagaimana peranan itu
diwujud nyatakan atau diaktualisasikan.
2.1.2  Peran Keluarga
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang dilakukan seseorang dalam kontek keluarga. Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan, perorangan, keluarga dan lingkungan.
2.1.3  Peran  Keluarga terhadap Lansia
Dalam melakukan perawatan terhadap lansia, setiap anggota keluarga
memiliki peranan  yang sangat penting  diantaranya :
1. Melakukan pembicaraan terarah
2. Mempertahankan kehangatan keluarga
3. Membantu menyiapkan makanan bagi lansia 
4. Membantu dalam hal tranporstasi 
5. Membantu dalam hal sumber - sumber keuangan
6. Memberikan kasih sayang, menghormati dan menghargai
7. Bersikap sabar dan bijaksana terhadap prilaku lansia
8. Menyediakan waktu dan perhatian  
9.  Jangan menganggapnya sebagai beban
10.  Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama 
11.  Mintalah nasehatnya dalam peristiwa - peristiwa penting 
12.  Mengajaknya dalam acara -acara keluarga 
13.  Membantu mencukupi kebutuhannya 
14.  Memberi dorongan untuk kegiatan diluar rumah termasuk   pengembangan hobi 
15.  Membantu mengatur keuangan 
16.  Mengupayakan sarana transport untuk kegiatan mereka
17.  Memeriksakan kesehatan secara teratur
18.  Memberikan dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat
19.  Mencegah terjadinya Kecelakaan baik dirumah maupun diluar rumah
20.  Pemeliharaan kesehatan usia lanjut tanggung jawab bersama
21.  Memberikan perhatian yang baik pada orang tua yang sudah lanjut.  
 ( Maryam, dkk,  2008).

2.1.4  Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia
Keluarga merupakan  support system  bagi lansia dan mempertahankan
kesehatannya. Peranan keluarga dalam pelayanan lansia antara lain menjaga atau
merawat lansia. Mempertahankan meningkatkan status mental, mengantisipasi
perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan memfasilitasi spiritual
lansia (Maryam, dkk, 2008)

Berdasarkan Depkes RI (2005) menyatakan peran keluarga dalam pembinaan
lansia antara lain:
1. Memberi dorongan, kemudahan dan fasilitas bagi lansia untuk mengamalkan kemampuan dan kearifan yang dimiliki
2. Mengembangkan kehidupan beragama
3.  Pembinaan fisik /Mental
4.  Pembinaan sosial ekonomi dan budaya

2.1.5  Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Usia Lanjut
1. Bagi Petugas Kesehatan
a.  Upaya Promotif, yaitu upaya untuk menggairahkan semangat hidup para lansia
agar tetap merasa dihargai dan berguna bagi diri nya sendiri, keluarga maupun
masyarakat.
b. Upaya Preventif, yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya
komplikasi dari  penyakit yang disebabkan proses menua.
c.  Upaya Kuratif, yaitu upaya pengobatan yang mana penanggulangannya perlu
melibatkan multidisiplin ilmu kedokteran.
d. Upaya Rehabilitatif, yaitu upaya untuk memulihkan fungsi organ tubuh yang
sudah menurun.
2. Bagi Usia Lanjut Sendiri
a.  Untuk Kelompok Pra Usia Lanjut, membutuhkan informasi:
-  Akibat proses penuaan.
-  Pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala.
-  Pentingnya melakukan latihan kesegaran jasmani.
-  Pentingnya melakukan diet dengan mutu seimbang.
-  Pentingnya meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat.

b. Untuk Kelompok Usia lanjut membutukan informasi :
-  Pemeriksaan kesehatan secara berkala.
-  Kegiatan olahraga
-  Pola makan dengan menu seimbang
-  Perlunya alat bantu sesuai dengan kebutuhan
-  Pengembangan kegemaran sesuai dengan kemampuan
-  Peningkatan hubungan sosial dimasyarakat

c.  Untuk Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi, membutuhkan informasi:
-  Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi, aktivitas didalam maupun diluar rumah
-  Pemeriksaahatan kesehatan berkala
-  Latihan kesegaran jasmani
-  Pemakaian alat bantu sesuai kebutuhan
-  Perawatan fisioterapi
3. Bagi Keluarga dan Lingkungannya
-  Membantu mewujudkan peran serta, kebahagiaan dan kesejahteraan usia lanjut
-  Usaha pencegahan dimulai dari rumah tangga
-  Membimbing dalam ketakwaan kepada kepada Tuhan yang Maha Esa
-  Melatih berkarya dan menyalurkan hobi
-  Menghargai dan kasih sayang terhadap usila ( Maryam,dkk 2010 )

2.2   Kader Posyandu
2.2.1 Definisi Kader Posyandu
Menurut WHO (1998) kader kesehatan adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan. Kader adalah anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat, mau dan mampu bekerja bersama dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan secara sukarela (Depkes 2003)

2.2.2  Syarat Menjadi Kader
1. Dipilih dari dan oleh masyarakat setempat
2. Mau dan mampu bekerja secara sukarela
3. Bisa membaca dan menulis huruf latin
4. Sabar dan memahami usia lanjut (Depkes RI, 2003 )

2.2.3  Peran Kader Posyandu
Kader kesehatan bertanggung jawab terhadap masyarakat setempat, mereka bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem kesehatan. Kader bertanggung jawab kepada kepala desa dan supervisor yang ditunjuk oleh petugas/tenaga pelayanan pemerintah (Sukarni 2002). Menurut WHO (1993) kader masyarakat merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting dalam pelayanan kesehatan di masyarakat. 
Adapun peran kader dalam pelayanan kesehatan di posyandu  lansia (Depkes 2003 ) adalah :
a.  Pendekatan terhadap aparat pemerintah dan tokoh masyarakat
1. Anjangsana
2.  Sarahsehan
3. Menghadiri pertemuan rutin ke masyarakat setempat
b. Melakukan survey mawas diri (SMD ) bersama petugas untuk menelaah :
1.  Pendataan sasaran
2.  Pemetaan
3. Mengenal masalah dan potensi
c. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat setempat untuk membahas hasil
SMD, menyusun rencana kegiatan,  pembagian tugas, dan jadwal kegiatan.
d. Menggerakkan masyarakat :
1. Mengajak usia lanjut untuk hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan dikelompok usia lanjut.
2. Memberikan penyuluhan/menyebarluaskan informasi kesehatan, antara lain : cara hidup bersih dan sehat, gizi usia lnjut, kesehatan usia lanjut.
3. Menggali dan menggalang sumber daya termasuk pendanaan bersumber masyarakat.
e. Melaksanakan kegiatan kelompok usia lanjut
1.  Menyiapkan alat dan bahan
2.  Melaksanakan pembagian tugas
3.  Menyiapkan materi/media penyuluhan
4.  Mengundang ibu-ibu untuk datang ke Posyandu
5.  Pendekatan tokoh masyarakat
6.  Mendaftar Lansia
7.  Mencatat kegiatan sehari-hari Lansia
8.  Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan Lansia
9.  Membantu petugas kesehatan dalam melakukan pemeriksaan kesehatan dan status mental, serta mengukur tekanan darah Lansia
10. Memberikan penyuluhan
11. Membuat catatan kegiatan Posyandu
12. Kunjungan rumah kepada ibu-ibu yang tidak hadir di Posyandu
13. Evaluasi bulanan dan perencanaan kegiatan Posyandu (Depkes RI, 2003 )
            Kader lansia merupakan agen perubahan dalam bidang kesehatan yang bekerja secara profesional yang selalu berusaha memotivasi dan menggerakkan masyarakat agar berprilaku sehat yang pada gilirannya mempercepat momentum akselerasi pergerakan paradigma sehat yang diinginkan masyarakat Indonesia.
(Nasution, 1988). Menurut Rogers (  1995) mengemukakan tujuh langkah kegiatan agen perubahan dalam pelaksanaan difusi inovasi dimasyarakat:
1.  Membangkitkan kebutuhan untuk berubah. Biasanya agen pembaharu pada awal tugas nya diminta untuk membantu klien nya agar mereka sadar perlunya perubahan.
2.  Menetapkan hubungan pertukaran informasi, agen perubahan harus segera membina hubungan yang lebih akrab dengan klien.  Agen pembaharu dapat meningkatkan hubungan yang lebih baik dengan cara menumbuhkan kepercayaan klien pada  kemampuannya, saling percaya dan juga agen pembaharu harus menunjukkan empati pada masalah dan kebutuhan klien.
3.  Mendiagnosa masalah yang dihadapi. Agen pembaharu bertanggung jawab untuk menganalisa masalah yang dihadipi klien, agar dapat menentukan berbagai alternative jika tidak sesuai kebutuhan klien. Agen pembaharu melihat masalah dengan kacamata klien, artinya kesimpulan diagnose harus berdasarkan analisa situasi dan psikologi klien, bukan berdasarkan pandangan pribadi agen pembaharu.
4.  Membangkitkan kemauan klien untuk berubah. Setelah agen pembaharu menggali berbagai macam cara yang mungkin dapat dicapai oleh klien untuk mencapai tujuan, maka agen pembaharu bertugas untuk mencari cara memotivasi dan menarik perhatian agar klien timbul kemauannya untuk berubah atau membuka dirinya untuk menerima inovasi. Namun cara yang digunakan harus berorientasi pada klien, artinya berpusat pada kebutuhan klien jangan terlalu
menonjolkan inovasi.
5.  Mewujudkan kemauan dalam perbuatan. Agen pembaharu berusaha  mempengaruhi tingkah laku klien dengan persetujuan dan berdasarkan kebutuhan klien, jadi jangan memaksa. Dimana komunikasi interpersonal akan lebih efektif kalau dilakukan antar teman yang dekat dan sangat bermanfaat kalau dimanfaatkan pada tahap persuasi dan tahap keputusan inovasi. Oleh karena itu, dalam hal tindakan agen pembaharu yang paling tepat menggunakan pengaruh secara tidak langsung, yaitu dapat menggunakan pemuka masyarakat agar dapat mengaktifkan kegiatan kelompok lain.
6.  Menjaga kestabilan penerimaan inovasi  dan mencegah tidak berlanjutnya inovasi. Agen pembaharu harus menjaga kestabilan penerimaan inovasi dengan cara penguatan kepada klien yang telah mengharapkan inovasi. Perubahan tingkah laku yang sudah sesuai dengan inovasi dijaga jangan sampai berubah kembali pada keadaan sebelum adanya inovasi.
7.  Mengakhiri hubungan ketergantungan, Tujuan akhir dari tugas agen pembaharu adalah dapat menumbuhkan kesadaran untuk berubah dan kemampuan untuk merubah dirinya,  sebagai  anggota sistem sosial yang selalu mendapat tantangan kemajuan jaman.

2.3  Pengertian Lanjut Usia
Menurut UU No 13 tahun 1998 dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai 60 tahun keatas. Lanjut usia dapat dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budianna Keliat, 1999).  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75  –  90 tahun dan usia sangat tua (very old)  diatas 90 tahun. Menurut Masdani (Psikolog dari Universitas indonesia ), lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu : fase iuventus antara 25-40 tahun, fase verilitas, antara usia 40 -50 tahun, fase praesenium antara usia 55-65,  fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia ( Nugroho 2010). Menurut Hurloch (1979), perbedaan lansia terbagi 2 tahap: Early old age (usia 60-fase  tahun), Advanced old age  (usia 70 tahun keatas)  Menurut Badan Koordinas Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.

2.3.1  Klasifikasi Lansia
1.  Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2.  Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun keatas
3. Lansia resiko tinggi Seseorang yang berumur 70 tahun atau lebih seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4. Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003)

2.3.2  Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik :
1.  Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No 13 tentang kesehatan)
2.  Kebutuhan dan masalah bervariasi dari rentang sehat, sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi mal adaptif.
3.  Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.3.3  Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan dan kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya (Nugroho,2000) :
1.  Tipe arif Bijaksana, kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan  dan menjadi panutan.
2.  Tipe mandiri, mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
3.  Tipe tidak puas, konflik lahir batin menentang proses penuaan, sehingga pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, kritik dan suka menuntut.
4.  Tipe pasrah, menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
5.  Tipe bingung, kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

2.4   Posyandu Lansia
2.4.1 Pengertian
Posyandu Lansia atau Kelompok Usia Lanjut (POKSILA) adalah suatu wadah pelayanan bagi usia lanjut di masyarakat, dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif (Notoatmodjo, 2007). Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka biasa mendapatkan pelayanan kesehatan (Dinkes, 2006).  Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu. wilayah tertentu yang sudah di sepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. (Cahyo, Ismawati. 2010).
Dalam satu posyandu di kembangkan beberapa kegiatan yang terpadu. Kegiatan yang terpadu dan saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati bersama. Dengan keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas dari 2 program menjadi lebih banyak program, keterpaduan dapat berupa aspek sasaran, aspek lokasi kegiatan maupun aspek petugas penyelenggara. Sesuai dengan prinsip posyandu adalah suatu kegiatan yang di kelola masyarakat dan ditujukan untuk kesejakteraan masyarakat itu sendiri (Depkes RI, 1998).
Posyandu lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap usia lanjut di  tingkat desa / kelurahan dalam masing  -  masing wilayah puskesmas, keterpaduan dalam posyandu usia lanjut berupa keterpaduan  pada pelayanan rujukan yang dilatarbelakangi oleh kriteria usila yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu  adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama usia lanjut, kita di hadapkan pada beberapa masalah yaitu jumlah usia lanjut yang semakin meningkat, mahal nya harga dan biaya pengobatan, transportasi, tingginya angka kesakitan, rendahnya jangkauan pelayanan kesehatan
dan lain - lain ( Depkes RI 2000).
2.4.2  Dasar Hukum
Pembinaan usia lanjut di Indonesia dilaksanakan berdasarkan beberapa undang-undang dan peraturan sebagai dasar dalam menentukan kebijaksanaan pembinaan. Dasar hukum/ketentuan perundangan dan peraturan dimaksud adalah :
(1)  UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan, (2) UU No. 36 tahun 2009 pasal 138 tantang kesehatan usia lanjut, (3) UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 14, (4) UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, (5) UU No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, (6) peraturan pemerintah No.25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi. (Depkes RI, 2003).
2.4.3   Tujuan
Tujuan umum dari Posyandu Lansia adalah meningkatkan kesejahteraan Lansia melalui kegiatan Posyandu Lansia yang mandiri dalam masyarakat. Tujuan khususnya, meliputi: 
a. Meningkatnya kemudahan bagi Lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
b. Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan Lansia, khususnya aspek peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan aspek pengobatan dan pemulihan.
c.  Perkembangnya Posyandu Lansia yang aktif melaksanakan kegiatan dengan kualitas yang baik secara berkesinambungan (Depkes RI, 2003 ).
2.4.4  Sasaran
     Sasaran pelaksanaan pembinaan POKSILA, terbagi dua yaitu:
a.  Sasaran langsung, yang meliputi pra lanjut usia (45-59 tahun), usia lanjut (60-69 tahun), usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun atau 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
b.  Sasaran tidak langsung, yang meliputi keluarga dimana usia lanjut berada, masyarakat di lingkungan usia lanjut, organisasi sosial yang peduli terhadap pembinaan kesehatan usia lanjut, petugas kesehatan yang melayani kesehatan usia lanjut, petugas lain yang menangani Kelompok Usia Lanjut dan masyarakat luas (Depkes RI, 2003 ).

2.4.5   Pelayanan Kesehatan di Posyandu Lansia
Pelayanan  kesehatan di Posyandu Lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia sebagai alat pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi dan mencatat perkembangannya dalam Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) Lansia atau catatan kondisi kesehatan yang lazim digunakan di Puskesmas.
2.4.6  Jenis Pelayanan Kesehatan yang Dapat Diberikan Kepada Lansia di Posyandu  Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada lansia di Posyandu adalah sebagai berikut :
1.  Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living)  meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum,  berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang airbesar/kecil dan sebagainya.
2.  Pemeriksaan status mental.  Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 menit ( lihat KMS Usia Lanjut).
3.  Pemeriksaan  status  gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik Indeks Massa Tubuh (IMT).
4.  Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
5.  Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, Sahli atau Cuprisulfat.
6.  Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya  penyakit gula (diabetes mellitus).
7.  Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
8.  Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila mana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7.
9.  Penyuluhan bisa dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau POKSILA.
10.  Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota POKSILA yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat (Publik Health Nursing).
11.  Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan sebagai contoh menu makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi Lansia, serta menggunakan bahan makanan yang berasal dari daerah tersebut.
12.  Kegiatan olah raga antara lain senam Lansia, gerak jalan santai, dan lain sebagainya untuk meningkatkan kebugaran.  Kecuali kegiatan pelayanan kesehatan seperti uraian di atas, kelompok dapat melakukan kegiatan non kesehatan di bawah bimbingan sektor lain, contohnya kegiatan kerohanian, arisan, kegiatan ekonomi produktif, forum diskusi, penyaluran hobi dan lain-lain (Depkes RI, 2003 ).

2.5 Pengorganisasian
Kedudukan posyandu sebagai suatu bentuk peran serta masyarakat yang diselenggarakan oleh swadaya masyarakat lain nya dengan bantuan teknis dari puskesmas, pemerintah daerah, organisasi sosial, dinas pendidikan, pertanian, agama, dan Lembaga Ketahanan masyarakat Desa (LKMD). Sebagai kegiatan swadaya masyarakat yang semula dikenal kegiatan Pembangunan masyarakat Desa. (Depkes RI 1998).
Mengingat kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga masyarakat setempat, maka yang menjadi tugas kader, pemimpin kader dan pemuka msasyarakat untuk menumbuhkan kesadaran semua warga agar menyadari bahwa posyandu adalah milik warga, pemerintah khusus nya petugas kesehatan hanya berperan membantu, di Indonesia dana yang digunakan untuk pelaksanaan posyandu lansia dari dan oleh masyarakat (Azwar 2002).  Penyelenggara kegiatan posyandu itu sendiri adalah kader dan koordinator  kader yang telah mendapatkan pelatihan teknis. Pada prinsipnya pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap individu, tim dan organisasi (Depkes RI 1998).

2.6  Indikator Keberhasilan Posyandu Usia Lanjut
Penilaian keberhasilan upaya pembinaan usia lanjut melalui kegiatanpelayanan kesehatan di posyandu digunakan dengan menggunakan data pencatatan dan pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian, Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari :
1. Meningkatnya sosialisasi masyarakat usia lanjut dengan berkembangnya jumlah organisasi masyarakat usia lanjut dengan berbagai aktivitas pengembangannya.
2. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah/swasta yang memberikan pelayanan kesehatan bagi usia lanjut.
3. Berkembangnya jenis pelayanan  kesehatan pada lembaga.
4. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi usia lanjut
5.  Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada usia lanjut antara lain, hipertensi, diabetes mellitus. Penyakit jantung dan lain-  lain baik di rumah maupun di puskesmas.

2.7 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Levey dan Loomba dalam Ilyas ( 2003 ) yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam satu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan penyembuhan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok, pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu membeli kesehatan pelayanan kesehatan merupakan kunci untuk mempelajari utilisasi pelayanan kesehatan. Mengetahui faktor  -faktor yang mempengaruhi pemanfaatan /utilisasi (Ilyas 2003). Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku pencarian pengobatan adalah prilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Prilaku pencarian pengobatan terutama di Negara berkembang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilihat sebagai usaha - usaha mengobati sendiri penyakit nya, atau mencari fasilitas  –  fasilitas pelayanan kesehatan modern puskesmas, perawat, praktek dokter,  rumah sakit dll. maupun tradisional (dukun, sinshe,  dll) (Ilyas 2003).
2.8  Landasan Teori
           Menurut Anderson (1975), faktor yang yang berhubungan dengan pemanfaatan  pelayanan  kesehatan yaitu :
1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics) Karakter ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecendrungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda  - beda, yang disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan dalam 3 kelompok :
a.  Ciri  -  ciri demografi, seperti: jenis kelamin, umur, status perkawinan, besar keluarga dll
b.  Struktur sosial seperti : tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya.  Kepercayaan kesehatan  (healt belief) seperti: kenyakinan penyembuhan penyakit.
2. Karakter Kemampuan (Enabling Characteristics)
Karakteristik kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseoarang mampu untuk melakukan  tindakan untuk memenuhi kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan, Anderson (1975) membaginya kedalam 2 golongan, yaitu :
a.  Sumber daya keluarga, seperti: penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa pelayanan kesehatan, dan pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
b.  Sumber daya masyarakat, seperti : jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, lokasi pemukiman penduduk. Menurut Anderson semakin banyak sarana  dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah.
3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteritics)
Karakteristik kebutuhan merupakan komponen yang paling langsung berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan, Anderson (1975) menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan pelayanan kesehatan. Penilaiaan dari terhadap suatu penyakit merupakan dari faktor kebutuhan. Penilaian individu ini dapat di peroleh dari dua sumber yaitu:
a.  Penilaian individu (perceived need) merupakan penilaian keadaan kesehatan yang paling dirasakan oleh individu, besar nya ketakutan terhadap penyakit dan hebat nya rasa sakit yang di derita.
b.  Penilaian klinik (evaluated need),   merupakan penilaiaan berat nya penyakit dari dokter yang merawatnya, yang mencerminkan antara lain dari hasi pemeriksaan dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter (Ilyas, 2003).

Karakteristik Predisposisi :
a.  Demografi : umur, jenis kelamin,  status,  perkawinan, besar keluarga dll
b.  Struktur social : tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, agama  dll
c.  Kepercayaan kesehatan
Karakteristik Kemampuan : 
Sumber daya keluarga : penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, pengetahuan Sumber daya masyarakat : jumlah sarana pelayanan kesehatan, tenaga, lokasi/ jarak transportasi dsb.
Karakteristik Kebutuhan :
a.  Penilaian individu
b.  Pelayanan klinik Utilisasi Pelayanan
Kesehatan :
Universitas Sumatera Utara2.9  Kerangka Konsep Berdasarkan tujuan penelitian maka dapat disusun kerangka konsep :             
Variabel independen                                                                                                                
Pemanfaatan Posyandu lansia Peran Keluarga:
-  Perspektif Prescribed Role (peran berdasarkan harapan masyarakat)
-  Perspektif Preceived Role (Peran berdasarkan pertimbangan pribadi)                 
-  Prespektif  Actual Role  (peran yang harus diwujudkan)
Peran Kader :
a.  Membangkitkan Kebutuhan Untuk Berubah
b.  Menetapkan Hubungan  Pertukaran Informasi
c.  Mendiagnosa Masalah Yang Dihadapi
d.  Membangkitkan Kemauan Klien Untuk Berubah
e.  Mewujudkan Kemauan Dalam Perbuatan
f.  Menjaga Kestabilan Penerimaan Informasi
g.  Mengakhiri Hubungan Ketergantungan.
Karakteristik Lansia
-  Umur
-  Jenis Kelamin
-  Status Perkawinan
-  Tingkat Pendidikan
-  Pekerjaan
-  Ras
-  Agama

Karakteristik Kemampuan
-  Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan
-  Tenaga
-  Lokasi / Jarak Transportasi Karakteristik Kemampuan
-  Penghasilan keluarga
-  Keikutsertaan  keluarga dalam asuransi kesehatan
-  Pengetahuan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar