Penanganan Pasien Post Laparatomy Indikasi Ileus Obstruksi di Ruang
ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian
dari rumah sakit yang terpisah, dengan staf dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera atau penyulit- yang mengancam jiwa atau potensial mengancam
jiwa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana
serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
Kematian pasien yang mengalami pembedahan
terbanyak timbul pada saat pasca bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale
mengusulkan untuk melanjutkan pengawasan pasien yang ketat selama intraoperatif
oleh anestesis sampai ke masa pasca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo
Clinic membuat suatu ruangan khusus dimana pasien-pasien pasca bedah
dikumpulkan dan diawasi sampai sadar dan stabil fungsi-fungsi vitalnya, serta
bebas dari pengaruh sisa obat anestesi. Keberhasilan unit pulih sadar merupakan
awal dipandang perlunya untuk melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa
pulih sadar saja, namun juga pada masa pasca bedah.
Pada saat ini ICU modern tidak terbatas
menangani pasien pasca bedah atau ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi
cabang ilmu sendiri yaitu intensive care medicine. Ruang lingkup pelayanannya
meliputi pemberian dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernapasan,
kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, renal dan lain-lainnya, baik pada pasien
dewasa atau pasien anak.1
-
Indikasi
ICU
Indikasi Pasien dirawat di ICU :
1. Pasien sakit berat,
kritis, dan tidak stabil misal pasien pasca operasi bedah mayor
2. Pasien yang memerlukan
pemantauan intensive
3. Pasien yang mengalami
komplikasi akut seperti : Edema paru ( kardiogenik dan non kardiogenik )
Indikasi pasien keluar dari ICU :
1. Pasien tidak memerlukan
lagi terapi intensive karena membaik dan stabil
2. Terapi intensive tidak
bermanfaat pada :
- Pasien Usia lanjut (
> 65 tahun) yang mengalami gagal tiga organ atau lebih, setelah di ICU
selama 72 jam
- Pasien mati batang
otak/koma yang mengalami keadaan vegetatif
- Pasien dengan berbagai
macam diagnosis seperti penyakit paru Obstruksi menahun, kanker dengan
metastasis dan gagal jantung terminal
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
sangat sering terjadi pada pasien usia lanjut (usila). Gangguan tersebut
meliputi dehidrasi, hipernatremia, hiponatremia. Dalam penatalaksanaan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada usila, pengertian mengenai perubahan
fisiologi yang menjadi faktor predisposisi gangguan tersebut sangat penting.
Secara umum, terjadi penurunan kemampuan homeostatik seiring bertambahnya usia.
Secara khusus terjadi penurunan respon haus terhadap kondisi hipovolemik dan
hiperosmolaritas. Disamping itu terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus,
kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan respon
ginjal terhadap vasopresin. Peningkatan kadar atrial natriuretic peptide (APN)
akan menyebabkan supresi sekresi renin ginjal, aktivitas renin plasma,
angiotensin II plasma dan kadar aldosteron. Selain efek kehilangan natrium dari
ginjal secara tidak langsung ini APN juga menimbulkan akibat hilangnya natrium
dari ginjal melalui kerja natriuretik langsungnya sehingga terjadi gangguan
kapasitas ginjal untuk menahan natrium3
Sebagai konsekuensi perubahan-perubahan ini,
kapasitas seseorang yang berusia lanjut menghadapi berbagai penyakit,
obat-obatan dan stres fisiologis menjadi berkurang sehingga meningkatkan resiko
timbulnya perubahan keseimbangan cairan dan natrium yang signifikan secara
klinis
Cairan tubuh
Total cairan tubuh bervariasi menurut umur,
berat badan dan jenis kelamin. Cairan terrgantung lemak tubuh. Lemak tubuh
tidak berair, semakin banyak lemak semakin kurang cairan. Laki-laki dewasa
normal yang berlemak sedang, megandung cairan kira-kira 60 % BB. Wanita normal
dewasa kira-kira 54 % BB.
1. Kompartemen
Secara fungsional dibagi 2 kompartemen utama, yaitu kompartemen
intra seluler dan ekstraseluler. Kompartemen intraseluler kira-kira 40 % BB.
Kompartemen ekstraseluler terdiri dari 5 % cairan plasma dan 15 % cairan
interstisial. Kompartemen transeluler, merupakan kompartemen tambahan, terdiri
dari hasil metabolisme sel, bahan-bahan sekresi gastrointestinal dan urine.
2. Isi cairan tubuh
Ada 2 jenis bahan yang terlarut di dalam cairan tubuh, yaitu
elektrolit dan non elektrolit. Non elektrolit ialah molekul-molekul yang tetap
tidak berubah menjadi partikel, terdiri dari dekstrose, ureum dan kreatinin.
Elektrolit ialah molekul-molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listrik
(ion) yakni kation dan anion. Jumlah total kation selalu sama dengan anion.
Pada ekstraseluler (plasma dan interstisial) konsentrasi NaCl dan bikarbonat
lebih tinggi dan kalium rendah. Pada intraseluler, konsentrasi K, Mg dan HPO4
lebih tinggi sedang Na dan Cl relatif rendah. Komposisi elektrolit plasma dan
interstisial hampir sama, kecuali di dalam interstitial tidak mengandung
protein. Karena konsentrasi elektrolit dalam plasma mudah dinilai, maka analisa
plasma merupakan pedoman terapi yang penting. Fungsi elektrolit adalah ikut mengatur
volume cairan tubuh melalui tekanan osmotik dan mempertahankan keseimbangan
asam basa tubuh.
Pengaruh stress terhadap metabolisme
Akibat stess anestesi dan pembedahan, terjadi kecenderungan
retensi cairan, kehilangan K, retensi Na, kecenderungan asidosis, metebolisme
energi seperti diabetes, terjadi katabolisme protein dan pengurang sintesa
protein. Mengingat keadaan metabolisme pasca stress pembedahan menyebabkan
timbulnya keadaan osmotik hipotonik akibat ADH yang dapat menimbulkan
hiperaldosterone sekunder, maka untuk menghindari perlu diberikan cairan yang
mengandung Na lebih tinggi.
Pemberian cairan pasca
bedah
- Hari 1-3 pasca bedah diberikan :
- 2000 ml dextrose 5 % dan
500 ml NaCl. Total intake cairan disesuaikan dengan BB (40 ml/kgBB)
- Minimal kalori untuk
pencegahan katabolisme protein dan lemak 400 kalori
- Perhitungan kebutuhan
elektrolit terutama setelah 3 hari, dimana produksi urin biasanya bertambah
banyak.
- Bila ada larutan tutofusin OPS yang mengandung cukup elektrolit dan sorbitol sebagai sumber karbohidrat, dapat diberikan 40 ml/kgBB/hari untuk 1-3 hari pertama pasca bedah.
- Bila diperlukan lebih lama pemberian cairan untuk nutrisi, maka dapat ditambahkan asam amino berupa Aminofusin yang kebutuhannya disesuaikan dengan BB dan besarnya trauma. Kebutuhan asam amino rata-rata 1 gr/kgBB/hari. Aminofusin L 600, mengandung 50 gr asam amino/liter dan 600 kalori/liter.
ILEUS
Definisi
Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
Etiologi
adapun etiologi dari ileus obstruksi ialah :
a) Adhesi
b) Hernia inkarserata
c) Askariasis
d) Tumor
e) Lain-lain :
· Radang khronik (TBC)
· Divertikulum meckel
· Invaginasi
· Volvulus
· Obstruksi makanan
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah
obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut
diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah
obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan
akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi
usus dapat dilihat pada Gambar-3. Lumen usus yang tersumbat secara progresif
akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari
lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan
intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai
merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas
kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan
syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan
asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran
setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.
Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Diagnosis
1. Subyektif –Anamnesis
Gejala Utama:
· Nyeri-Kolik: kolik
dirasakan disekitar umbilikus
· Muntah : Berwarna
kehijauan
· Perut Kembung (distensi)
· Konstipasi : dapat tidak
ada defekasi, dan flatus
· Adanya benjolan di
perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan adanya hernia
inkarserata
· Invaginasi dapat
didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan darah.
· Riwayat operasi
sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus
· Onset
o keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak
tinggi
o onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
2. Obyektif-Pemeriksaan
Fisik
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan darm kontur dan
darm steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan
suatu hernia inkarserata. Pada Invaginasi dapat terlihat massa abdomen
berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi. Pada fase lanjut
bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang
Perkusi Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
Ø Isi rektum menyemprot :
Hirschprung disease
Ø Darah (+) ; strangulasi,
neoplasma
Ø Feses yang mengeras :
skibala.
Ø Feses negatif :
obstruksi usus letak tinggi
Ø Ampula rekti kolaps :
curiga obstruksi.
Ø Nyeri tekan : lokal atau
general peritonitis
Radiologi Foto Polos:
Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak
tangga dan air-fluid level.
Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya
perforasi-peritonitis.
Barium enema diindikasikan untuk invaginasi
endoskopi
disarankan pada kecurigaan volvulus
Penatalaksanaan
Konservatif Penderita dirawat di rumah sakit dan
dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
Farmakologis Antibiotik broadspectrum untuk
bakteri anaerob dan aerob. Analgesik apabila nyeri
Operatif
Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah
strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi kolon.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi
nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui
laparotomi.
Komplikasi
Komplikasi dari ileus antara lain terjadinya
nekrosis usus, perforasi usus, Sepsis, Syok-dehidrasi, Abses Sindrom usus
pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, Pneumonia aspirasi dari proses
muntah, Gangguan elektrolit, Meninggal
Prognosis
Saat operasi, prognosis tergantung kondisi
klinik pasien sebelumnya. Setelah pembedahan dekompresi, prognosisnya
tergantung dari penyakit yang mendasarinya
PEMBAHASAN
Pasien Y, Pria 69 tahun dirawat dengan diagnosis post laparatomi
e.c suspect ca colon ascenden dengan general anestesi. Pada kasus ini diperlukan
pengelolaan post operative yang intensive dengan monitoring di ICU karena
operasi laparatomi memiliki komplikasi antara lain terjadinya ventilasi paru
yang tidak adekuat, gangguan kardiovaskuler dan gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit yang sangat sering terjadi pada pasien usia tua, hal tersebut
terjadi karena penurunan respon haus terhadap kondisi hipovolemik dan
osmolaritas, terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus , kemampuan fungsi
konsentrasi ginjal, renin, aldosteron penurunan respon ginjal terhadap
vasopressin, terjadi gangguan kapasitas ginjal untuk menahan natrium
Pengelolaan pasien di ICU meliputi tindakan resusitasi yang
meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti : Airway (fungsi
jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi),
Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan
terapi definitif. Pada kasus ini air way patent , breathing spontan, fungsi ini
dimonitor memakai alat. Pada pasien ini fungsi sirkulasi harus mendapatkan
perhatian yang paling khusus sesuai dengan komplikasi laparatomi yang telah
diterangkan diatas. Brain pada pasien ini tidak mengalami gangguan dilihat dari
kesadaran pasien yang baik dan kemampuan pasien menjawab pertanyaan saat
anamnesis
Pada hari pertama sampai hari ke 5 di ICU balance cairan pasien
positif > 650 ml/hari , berdasarkan literatur perbedaan intake dan output
tidak lebih dari 400 cc/hari hal ini dapat diakibatkan karena pengelolaan
cairan pasien yang kurang tepat, dan fungsi organ yang belum sempurna setelah
operasi.
Berdasarkan literatur Pemberian cairan 1-3 hari pasca.bedah adalah
sbb :
· Pemberian cairan
Dekstrose 5% dan Nacl (4:1) dimana total intake disesuaikan dengan Berat badan
pasien (40 ml/Kg BB)
Pada kasus ini BB pasien 40 kg intake harusnya
dibatasi 1600 ml / 24 jam
· Bila ada larutan
tutofusin yang mengandung cukup elektrolit dan sorbitol sebagai sumber
karbohidrat, dapat diberikan 40 ml/kgBB/hari untuk 1-3 hari pertama pasca
bedah.
· Bila diperlukan lebih
lama pemberian cairan untuk nutrisi, maka dapat ditambahkan asam amino berupa
Aminofusin yang kebutuhannya disesuaikan dengan berat badan, rata-rata 1
gr/kgBB/hari.
Pada pasien ini tiofusin mulai diberikan pada
hari ke 2 pasca bedah, sedangkan pemberian tutofusin diberikan pada hari ke 3
pasca bedah. Pada pasien ini dianjurkan puasa sampai hari ke 3 karena menurut
teori pada kasus-kasus bedah digestif butuh waktu 3 hari untuk penyembuhan
luka.
Pada hari ke 6 – 8 didapatkan balance cairan negatif
> 800ml/hari. Hal ini disebabkan karena intakenya tetap seperti hari
sebelumnya sedangkan produksi urine meningkat hal ini sesuai dengan literatur
yang menyatakan urin setelah hari ke 3 akan lebih banyak diproduksi
Pada hari ke 7 didapatkan hasil pemeriksaan
elektrolit dalam batas normal, untuk air way dan breathing baik dilihat dari
nilai saturasi oksigen dan vital sign. Keadaan ini menunjukkan pasien sudah
mulai stabil sehingga dapat keluar dari ICU.